Monday, August 13, 2007

Anak Penjual Pecel Terbang ke Amerika

Oleh M Irfan Ilmie

(KORAN_ONLINE/ANTARA News) - Jangankan bermimpi, Yustiani (41), yang sehari-hari berjualan nasi pecel di Jalan Wahid Hasyim Kediri, bahkan tidak pernah membayangkan anak sulungnya, Sugeng Ivan Lestarianto (18), bertolak ke Amerika Serikat dalam program pertukaran pelajar.

Sugeng akan bertolak ke Negeri Paman Sam bersama Aditya Rizki Purnama (19), temannya SMA Negeri 2 Kediri, Rabu siang ini, dengan terlebih dulu transit di Surabaya dan Jakarta.

"Tentu saja ibu kaget, ketika saya lolos dalam program pertukaran pelajar ke Amerika Serikat," kata Sugeng saat ditemui di Kediri.

Ia merasa beruntung lolos dalam program yang diadakan oleh lembaga nirlaba di Amerika Serikat itu. Dia dan apalagi keluarganya tidak pernah membayangkan akan bisa menginjakkan kakinya ke negeri Adi Daya itu.

Sebagai anak dari keluarga pas-pasan, Sugeng sempat mengalami kesulitan keuangan pada saat proses seleksi yang berlangsung selama 1,5 tahun.

Dia tidak punya uang untuk perjalanan bolak-balik Kediri-Surabaya, biaya tes kesehatan, biaya pengurusan paspor dan beberapa syarat administrasi lainnya.

"Beruntung pihak sekolah dan kawan-kawan bersedia `urunan` membantu saya untuk mengurus keperluan persyaratan administrasi," ujar anak pertama dari empat bersaudara itu menuturkan.

Ia menceritakan, sejak ayahnya, Iswandi, meninggal dunia beberapa tahun lalu, ibunyalah yang membanting tulang untuk menghidupi empat anaknya dengan cara menjual nasi pecel setiap malam di emperan toko di sebelah selatan Pasar Bandar, Kediri.

"Dengan penghasilan kotor tak lebih dari Rp40 ribu sehari, tentu tidak cukup untuk menyekolahkan empat anaknya. Oleh sebab itu, saya berterima kasih kepada beberapa saudara yang turut membantu biaya pendidikan adik-adik saya," katanya.

Sedang ia sendiri, mendapatkan beasiswa berupa Bantuan Khusus Murid (BKM) sebesar Rp65.000 per bulan, sehingga orang tuannya tidak perlu memikirkan biaya sekolah Sugeng.

Setiap hari dia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh satu kilometer, begitu juga pulangnya, karena tak ada kendaraan dan ongkos untuk naik angkutan umum.

Kendati hidup serba pas-pasan, namun prestasi Sugeng membanggakan. Ia beberapa kali meraih penghargaan di berbagai ajang Olimpiade Kimia, baik tingkat provinsi maupun nasional.


Mulanya hanya iseng

Sedang keikutsertaannya dalam program pertukaran pelajar di Amerika Serikat itu, awalnya Sugeng hanya iseng memasukkan formulir lamaran ke Surabaya bersama sekitar 25 siswa sekelasnya.

Namun setelah melalui penyaringan yang ketat, akhirnya Sugeng dan Aditya lolos bersama sekitar tujuh siswa SMA dari Jawa Timur untuk terbang ke Negeri Paman Sam itu.

Menurut rencana Sugeng akan tinggal di rumah seorang peneliti DNA, Mr Thomas Wilson yang beralamatkan di 7184 Monte Ridge Dexter, Michigan, AS, selama satu tahun.

Sebelum berangkat, Sugeng dan Aditya diterima Walikota Kediri, HA Maschut. Selain mendapatkan uang saku dan baju seragam, keduanya mendapatkan amanat untuk bisa membawa nama baik bangsa dan negara, khususnya sebagai warga Kota Kediri.

"Kalian harus bisa menjunjung tinggi budaya kita. Selama berada di Amerika Serikat, kalian harus bisa mentauladani hal-hal yang baik saja, yang buruk jangan," pesan Maschut kepada dua siswa SMA Negeri 2 Kediri itu.

Selain belajar tentang kimia pada induk semangnya, Sugeng dan Aditya didaulat untuk bisa tampil membawakan Tarian Jaranan, kesenian tradisional warga masyarakat Kediri dan sekitarnya.

"Kostum dan peralatan Tari Jaranan sudah kami siapkan, begitu juga dengan beberapa benda kerajinan Kota Kediri sudah ada yang menyiapkan," kata Titis Hasrianti, guru pembimbing Sugeng dan Aditya. (*)

Mengangkat Kembali Akar Budaya Empat Lawang


Berawal dari rasa risau melihat keadaan seni dan budaya daerah Lintang Empat Lawang yang mulai digerus zaman, dilalap postmodernisme, serta ditinggalkan generasi muda, tiga Putera Lintang: Abdul Madjid Abdullah (Lampung), Ismail Majid (Jakarta), dan Bestari Suud (Pendopo Lintang), membentuk Tim penyelamat kebudayaan Lintang Empat Lawang.
Meskipun ketiganya berdomisili di tempat yang berjauhan, namun kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi tetap bisa menyatukan mereka. Mereka berkomunikasi via internet dan sms, lalu terbentuklah tim itu.
Tim yang mereka beri nama Tim Penggali Seni, Budaya, dan Tradisi Kabupaten Empat Lawang itu, bertujuan mengangkat kembali akar budaya setempat agar menjadi tuan rumah di daerah sendiri.
Mereka akan bekerja secara marathon selama 12 bulan untuk mendata ragam kesenian dan tradisi lokal. Mendata orang-orang yang masih menguasai beragam kesenian dan tradisi tersebut. Misalnya, pemain gitar tunggal, orang yang menguasai geguritan, pantun bersahut, tari-tarian, seni beladiri tradisional alias kuntau.
Setelah semua terdata, Tim itu akan mengumpulkan para seniman dan pendekar mereka sesuai keahlian masing-masing, lalu menghimpun mereka untuk membentuk suatu wadah di tiap kecamatan. Misalnya pusat-pusat latihan kuntau, pusat latihan tari-tarian, dan pusat latihan gitar tunggal.
Setelah semuanya terbentuk, Tim akan membubarkan diri. Namun, sebelumnya mereka akan mendirikan satu yayasan yang mewadahi, mengurus dan memfasilitasi pusat-pusat latihan tersebut. Yayasan ini pula yang akan mencari dana untuk membiayai operasional pusat-pusat latihan seni dan beladiri tersebut.
“Tim Penggali Seni, Buda, dan Tradisi Kab. Empat Lawang ini boleh dikata sebagai bidan untuk kelahiran sanggar-sanggar seni dan perguruan beladiri tradisional Empat Lawang,” kata Ketua Tim Abdul Madjid Abdullah.
Tim ini sengaja dibentuk dengan struktur yang ramping agar lincah bergerak dan mengambil keputusan. “Tidak perlu banyak orang yang terlibat. Walaupun sedikit orang tapi banyak menghasilkan karsa, karya, dan kerja,” ungkap pengelola blog berita KORAN_ONLINE itu.
Bulan Oktober
Tim yang diketuai Abdul Madjid Abdullah, seorang wartawan yang berdomisili di Lampung ini, direncanakan akan memulai kegiatannya bulan Oktober 2007 mendatang. “Berjalan tidaknya Tim ini tergantung dana, yang diharapkan datang dari bantuan para donator dan Pemkab. Empat Lawang,” kata Abdul Madjid.
Ismail Majid, yang duduk sebagai sekretaris dalam Tim itu, merupakan salah seorang generasi muda Lintang Empat Lawang, yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kelestarian budaya setempat.
Ia memiliki pengetahuan tentang beragam seni dan budaya Lintang yang sudah lama ditinggalkan. Misalnya, ia bisa menuturkan secara detil tentang geguritan, bajidur, tradisi perkawinan adapt Lintang dll.
Sedangkan Bestari Suud, yang duduk sebagai Bendahara Tim Penggali Seni, Budaya, dan Tradisi Lintang Empat Lawang, juga memiliki kepedulian yang sama tentang kelestarian budaya Lintang Empat Lawang. Sebagai orang yang menetap di “Dusun”, ia sangat merasakan kegelisahan budaya tersebut. Ia menjadi saksi hidup melunturnya budaya lokal Lintang Empat Lawang lantaran merasuknya budaya Barat yang tidak mendidik.
“Anak-anak muda di Dusun lebih suka minum-minuman keras ketimbang bekerja. Mereka menggemari musik Barat yang bahasanya tidak dimengerti ketimbang mengembangkan memainkan Gitar Tunggal dan Berejung,” kata Bestari Suud.
Mengharap Dukungan
Dukungan dari semua pihak sangat diharapkan untuk kelancaran kerja Tim ini. Dukungan yang diharapkan adalah support, masukan-masukan ide, dan yang paling penting adalah dana.
“Tanpa dukungan dana, terus terang Tim ini tidak akan bisa berjalan. Oleh karena itu, para tokoh masyarakat Lintang Empat Lawang di perantauan dan Pemkab. Empat Lawang bersedia membantu dana,” kata Abdul Madjid, yang dibenarkan oleh Ismail Majid.

Saturday, August 11, 2007

Bersatu Menuju Kebaikan

Bersatu menuju kebaikan. Itulah motto yang tertanam kokoh pada sosok pria kelahiran Pendopo Lintang pada 15 Mei 1954 lalu dan diberi nama Abdul Shobur.

Dengan motto itu pula, putra pasangan H. Muhammad bin H. Kories dengan Hj. Zuhairiah, berhasil menorehkan berbagai prestasi dan jabatan, baik dalam organisasi maupun pemerintahan.

Semua yang diraih sekarang ini, adalah buah dari kerja keras dan budaya disiplin yang selalu diterapkan orang tuanya sejak kecil. Karena disiplin dan keuletannya dalam belajar, akhirnya Shobur yang menyelesaikan SMP tahun 1969 mendapat beasiswa dari SPMA Negeri Palembang.

Karena saat itu masih terlalu kecil untuk merantau, Shobur sempat ragu ragu menerima tawaran tersebut. Namun berkat dukungan penuh dari orang tuanya, akhirnya Shobur kecil sudah merantau ke Palembang.

Meskipun kota ini masih asing bagi Shobur, tapi dengan keuletan dan kemampuan yang dimiliki Jemo Dusun ini berhasil menamatkan SPMA Negeri, dan awal Pebruari 1973 Shobur diangkat menjadi PNS, yang kemudian ditempatkan di Kecamatan Ulumusi sampai tahun 1974, dan akhirnya pindah ke Pemerintahan Kota Palembang.

Di Pemkot Palembang, karir Shobur dimulai dari Kasubag Pengelolaan Perkotaan, kemudian menjadi Kepala Bidang Sosial Bapeda Pemkot Palembang, setelah itu karirnya langsung melonjak dratis dari Sekretaris Bapeda Pemkot Palembang, Sekretaris DPRD Sum Sel dan Kepala Catatan Sipil Palembang.

Pada tahun 1998 seiring dengan kenaikan menjadi esselon II, Abdul Shobur yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sum-Sel, dipercaya menjadi Sekretaris Wilayah Daerah Kabupaten OKU, Pit Walikota Administratif Baturaja tahun 2000 .

Seiring dengan terpilihnya Bupati OKU defenitif, Shobur kembali dipercaya menjadi Kepala Dinas Penerangan Sum-Sel, Kepala Biro Hukum dan Ortala Setda Pemprov Sum-Sel hingga tahun 2001.

Tidak hanya itu tahun 2001 hingga sekarang telah banyak posisi dan jabatan yang sudah diemban Putra Lintang IV Lawang ini, dengan jabatan esselon II, diantaranya Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sum-Sel, Sekretaris DPRD Sum-Sel bidang Ketataprajaan dan Kesra.

Sekarang Drs. H. Abdul Shobur SH.MM menjabat sebagai Kepala Disperindag Sum-Sel, sekaligus Pejabat Kabupaten Kabupaten Empat Lawang.(M.Iqbal - Info IV Lawang)